UMP 2025 Naik 6,5 Persen: Keputusan Prabowo Sudah Ideal?
7 mins read

UMP 2025 Naik 6,5 Persen: Keputusan Prabowo Sudah Ideal?

UMP 2025 Naik – Presiden Prabowo Subianto telah menetapkan kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) sebesar 6,5 persen untuk tahun 2025. Keputusan ini diumumkan setelah rapat terbatas dengan sejumlah menteri terkait, termasuk Menteri Ketenagakerjaan Yassierli, di Kantor Presiden pada Jumat (29/11).

Kenaikan ini sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan usulan awal yang diajukan oleh Menteri Ketenagakerjaan, yaitu 6 persen.

“Menaker (Menteri Ketenagakerjaan Yassierli) mengusulkan kenaikan upah minimum 6 persen. Namun setelah membahas juga dan laksanakan pertemuan dengan pimpinan buruh, kita ambil keputusan menaikkan rata-rata upah minimum nasional 2025 sebesar 6,5 persen,” ungkap Prabowo.

Keputusan yang Mempertimbangkan Semua Pihak

Penetapan kenaikan UMP 6,5 persen ini dilakukan setelah mempertimbangkan masukan dari berbagai pihak, termasuk perwakilan buruh. Langkah ini menunjukkan upaya pemerintah untuk menyeimbangkan kepentingan pekerja yang membutuhkan peningkatan kesejahteraan dengan kemampuan pengusaha dalam menjaga keberlanjutan usaha.

Namun, pertanyaan besar yang muncul adalah, apakah kenaikan ini cukup untuk mengimbangi tingkat inflasi dan memenuhi kebutuhan hidup layak para pekerja di berbagai wilayah Indonesia? Diskusi mengenai ideal atau tidaknya angka kenaikan ini masih terus berkembang.

Dasar Perhitungan Kenaikan UMP 2025: Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, mengungkapkan bahwa keputusan pemerintah untuk menaikkan Upah Minimum Provinsi (UMP) sebesar 6,5 persen pada tahun 2025 didasarkan pada dua indikator utama, yaitu pertumbuhan ekonomi dan tingkat inflasi.

“Dasar yang menjadi perhitungan pemerintah menaikkan UMP 6,5 persen pada 2025 adalah pertumbuhan ekonomi dan inflasi,” ujar Airlangga.

Fokus pada Keseimbangan Ekonomi

Langkah ini diambil untuk menciptakan keseimbangan antara upaya meningkatkan daya beli pekerja dengan menjaga keberlanjutan ekonomi nasional. Dengan mempertimbangkan pertumbuhan ekonomi yang stabil dan inflasi yang terkendali, pemerintah berupaya memastikan bahwa kenaikan UMP tetap realistis bagi pengusaha, namun tetap memberikan manfaat bagi kesejahteraan pekerja.

Kebijakan ini diharapkan dapat menjadi solusi untuk menyesuaikan upah pekerja dengan kenaikan biaya hidup tanpa memberatkan sektor usaha yang masih dalam fase pemulihan ekonomi pasca-pandemi.

Pertimbangan Pemerintah dalam Kenaikan UMP 2025

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menegaskan bahwa kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) sebesar 6,5 persen untuk tahun 2025 didasarkan pada sejumlah landasan, yaitu:

  1. Tingkat inflasi
  2. Pertumbuhan ekonomi

“UMP 2025 landasannya baik itu inflasi maupun pertumbuhan ekonomi,” ujar Airlangga di Kompleks MPR/DPR, Senayan, Jakarta, Senin (2/12).

Analisis Biaya Tenaga Kerja

Selain dua variabel utama tersebut, pemerintah juga memperhitungkan biaya tenaga kerja yang dikeluarkan oleh pengusaha, yang bervariasi di setiap sektor:

  • Sektor padat karya: Biaya tenaga kerja mencapai 30 persen dari total pengeluaran perusahaan.
  • Sektor non-padat karya: Biaya tenaga kerja lebih rendah, yaitu di bawah 15 persen dari total pengeluaran perusahaan.

“Jadi pemerintah sudah melihat terhadap cost structure di tiap sektor,” jelas Airlangga.

Respons Buruh

Meski mempertimbangkan berbagai faktor, kenaikan rata-rata UMP sebesar 6,5 persen ini belum sepenuhnya memuaskan pihak buruh. Mereka menganggap angka tersebut masih belum mencukupi untuk memenuhi kebutuhan hidup layak, terutama di tengah kenaikan harga-harga barang yang terus terjadi.

Ketegangan antara pemerintah, buruh, dan pengusaha ini menunjukkan perlunya dialog lebih lanjut untuk mencari solusi yang adil bagi semua pihak.

Respons Buruh terhadap Kenaikan UMP 2025: Tidak Sesuai Ekspektasi

Asosiasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (ASPIRASI) menilai bahwa kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) sebesar 6,5 persen yang ditetapkan pemerintah belum mencerminkan kondisi perekonomian buruh saat ini. Presiden ASPIRASI, Mirah Sumirat, menyampaikan bahwa kenaikan ini tidak cukup untuk mengimbangi lonjakan harga barang kebutuhan pokok.

“Kalau disampaikan apakah sesuai kondisi buruh, saya katakan tidak sesuai. Kecuali pemerintah menurunkan harga sembako, harga pangan. Itu diturunkan dulu, kalau itu diturunkan misal 20 persen, maka angka 6,5 persen itu bisa mengangkat daya beli,” ujar Mirah kepada CNNIndonesia.com (29/11).

Usulan Kenaikan UMP 20 Persen

ASPIRASI mengusulkan agar kenaikan UMP sebesar 20 persen untuk benar-benar mendongkrak daya beli buruh. Menurut Mirah, sejak 2020 rata-rata kenaikan UMP hanya mencapai 3 persen, bahkan sempat berada di bawah tingkat inflasi.

“Angka 20 persen itu untuk menaikkan daya beli rakyat yang sudah lemah alias turun sejak tahun 2020-2024 dikarenakan salah satunya dampak upah murah yang diberlakukan selama ini,” tambah Mirah.

Kenaikan Upah: Dampak bagi Ekonomi

Mirah juga menekankan bahwa kenaikan upah yang signifikan dapat memberikan manfaat tidak hanya bagi buruh, tetapi juga bagi pengusaha. Dengan daya beli yang meningkat, masyarakat akan lebih mampu membeli barang dan jasa yang dihasilkan oleh UMKM maupun perusahaan besar. Hal ini, menurutnya, dapat memacu roda ekonomi dan membantu mencapai target pertumbuhan ekonomi pemerintah.

“Ketika upah tinggi, maka barang dan jasa yang dihasilkan oleh UMKM dan perusahaan besar akan dibeli oleh rakyat dengan baik. Artinya roda ekonomi bisa berputar dan pertumbuhan ekonomi terjadi sesuai target pemerintah,” jelas Mirah.

Kritik ini menyoroti tantangan besar yang dihadapi pemerintah dalam menyeimbangkan kepentingan pekerja dan pengusaha, sambil menjaga stabilitas ekonomi secara keseluruhan.

Apakah Kenaikan UMP 2025 Sebesar 6,5 Persen Sudah Ideal?

Kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) sebesar 6,5 persen pada tahun 2025 menuai berbagai pendapat dari berbagai kalangan, baik pengamat ketenagakerjaan maupun ekonom.

Sudah Memadai Menurut Pengamat Ketenagakerjaan

Pengamat ketenagakerjaan, Payaman Simanjuntak, menilai bahwa kenaikan sebesar 6,5 persen sudah cukup memadai. Ia menyebut bahwa rumus kenaikan UMP dalam PP Nomor 51 Tahun 2023 tentang Pengupahan masih berlaku sebagai acuan utama.

PP ini mempertimbangkan tiga variabel penting:

  1. Pertumbuhan ekonomi
  2. Inflasi
  3. Indeks tertentu

“Karena UU baru belum diundangkan, semua pengusaha, pekerja, dan masyarakat sudah bisa mengantisipasi kenaikan upah tahun 2025,” ungkap Payaman.

Dengan inflasi yang diperkirakan berada di kisaran 4-5 persen dan pertumbuhan ekonomi provinsi antara 4-5 persen, kenaikan UMP antara 6-8 persen dianggap wajar.

Payaman juga menilai permintaan kenaikan UMP sebesar 20 persen yang diajukan oleh buruh tidak realistis dan berpotensi menyebabkan banyak perusahaan gulung tikar.

“Dunia usaha juga sedang mengalami tekanan berat dengan produktivitas rendah dan daya saing yang lemah, sehingga tidak mampu bersaing dengan barang-barang impor,” tambahnya.

Kurang Ideal Menurut Ekonom CELIOS

Berbeda pendapat, Direktur Ekonomi CELIOS, Nailul Huda, menilai kenaikan 6,5 persen masih lebih rendah dari yang seharusnya diterima buruh. Menurutnya, angka kenaikan ideal seharusnya berada di kisaran 8-10 persen agar sejalan dengan inflasi dan pertumbuhan ekonomi.

“Dengan kenaikan 6,5 persen dan inflasi sekitar 3 persen, tambahan pendapatan riil hanya 3 persen. Bahkan untuk kelas menengah ke bawah yang lebih banyak mengonsumsi volatile food, inflasi bisa mencapai 5-6 persen, sehingga kenaikan upah riilnya lebih rendah lagi,” jelas Nailul.

Ia juga menyoroti dampak kebijakan lain, seperti kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) ke 12 persen pada tahun depan. Hal ini, menurutnya, dapat mengurangi daya beli buruh karena mereka tidak dapat menabung, atau bahkan terpaksa menghabiskan tabungan yang dimiliki.

“Inflasi yang tinggi menurunkan permintaan agregat, dunia usaha bisa lesu karena permintaan yang terbatas. Ancaman PHK juga akan semakin meningkat,” tambahnya.

Solusi yang Diusulkan

Nailul menyarankan agar kenaikan UMP lebih tinggi lagi untuk mendorong konsumsi rumah tangga, sambil menunda kenaikan tarif PPN agar masyarakat tetap memiliki daya beli yang baik. Dengan begitu, roda ekonomi dapat berputar lebih cepat, yang akhirnya juga memberikan manfaat pada dunia usaha.

Kesimpulan

Pendapat mengenai kenaikan UMP 2025 sebesar 6,5 persen terbelah:

  • Bagi pengamat seperti Payaman Simanjuntak, kenaikan ini sudah cukup mempertimbangkan kondisi ekonomi.
  • Sementara ekonom seperti Nailul Huda menilai kenaikan ini belum ideal untuk mengimbangi inflasi dan menjaga daya beli buruh.

Bagaimana menurut Anda, sudahkah angka 6,5 persen ini menjadi solusi ideal?

 

 

Baca juga artikel kesehatan lainnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *