Petani Tembakau Cemas Aturan Baru Picu Kemiskinan
3 mins read

Petani Tembakau Cemas Aturan Baru Picu Kemiskinan

Petani Tembakau Cemas Aturan – Dewan Pimpinan Nasional Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (DPN APTI) dengan tegas menolak Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 yang merupakan peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. Peraturan ini dianggap merugikan para petani tembakau dan berpotensi memperburuk kondisi ekonomi mereka.

Penolakan ini tidak hanya terbatas pada PP 28/2024, tetapi juga mencakup produk hukum turunan lainnya, termasuk Peraturan Menteri Kesehatan yang dianggap sebagai kelanjutan dari kebijakan yang sama. DPN APTI berpendapat bahwa aturan-aturan ini akan memberikan dampak negatif yang signifikan terhadap mata pencaharian para petani tembakau, sehingga perlu adanya revisi atau bahkan pembatalan aturan tersebut.

Dengan adanya penolakan ini, DPN APTI berharap pemerintah dapat mempertimbangkan kembali kebijakan-kebijakan tersebut demi kesejahteraan para petani tembakau yang menjadi salah satu pilar penting dalam perekonomian di beberapa daerah di Indonesia.

Ketua Umum DPN APTI: PP 28/2024 adalah Bentuk Kriminalisasi Hak Ekonomi Petani Tembakau

Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (DPN APTI), Agus Parmuji, menyatakan bahwa terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 beserta produk hukum turunannya merupakan bentuk nyata dari kriminalisasi terhadap hak ekonomi petani tembakau di Indonesia.

“Kami sebagai bagian dari keanekaragaman Warga Negara Indonesia yang berkecimpung di sektor pertanian tembakau merasa dikriminalisasi hak ekonominya. Selama 5 tahun terakhir, produk hukum yang dibuat, mulai dari Undang-Undang hingga Peraturan Daerah, terus menerus menghimpit eksistensi pertembakauan yang dampaknya sangat terasa pada lemahnya perekonomian pertembakauan,” kata Agus Parmuji dalam keterangan resmi di Jakarta, Selasa (03/09/2024).

Agus juga mengungkapkan bahwa jutaan petani tembakau kini harus berhadapan dengan PP 28/2024 yang disinyalir sebagai alat pemusnah pertanian tembakau di Indonesia. Di saat musim panen yang seharusnya menjadi waktu bagi industri untuk bersaing menyerap bahan baku hasil panen, kenyataannya, hingga separuh musim panen berlalu, banyak industri yang mundur dan tidak melakukan pembelian atau penyerapan.

“Bagi kami para petani tembakau, ini adalah masa yang sangat membingungkan karena serapan tembakau jauh dari harapan. Ini sinyal efek domino negatif yang bisa menyebabkan ambruknya ekonomi di sentra pertembakauan,” tegas Agus Parmuji.

Dengan kondisi ini, Agus Parmuji dan DPN APTI berharap agar pemerintah dapat melihat kembali dampak kebijakan ini terhadap kesejahteraan petani tembakau dan mempertimbangkan revisi atau perubahan kebijakan yang lebih berpihak pada petani.

DPN APTI Kritik Pemerintah yang Hanya Fokus pada Aspek Kesehatan Produk Tembakau

Dewan Pimpinan Nasional Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (DPN APTI) menyayangkan pendekatan pemerintah yang dianggap hanya melihat produk tembakau dari sisi kepentingan kesehatan, sambil mengabaikan sisi lain yang juga penting seperti aspek ekonomi, sosial, dan budaya. Menurut DPN APTI, ada jutaan manusia, terutama petani tembakau, yang hidupnya bergantung pada Industri Hasil Tembakau (IHT).

Kritik ini semakin tajam dengan rencana Kementerian Kesehatan (Kemenkes) melalui Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, yang akan menggelar public hearing terkait Rancangan Permenkes tentang Pengamanan Produk Tembakau dan Rokok Elektrik pada Selasa (03/09) di Jakarta. Acara tersebut mengundang berbagai pemangku kepentingan, yang mayoritasnya berasal dari kelompok anti tembakau.

Agus Parmuji, Ketua Umum DPN APTI, menilai langkah Kemenkes ini sebagai bentuk arogansi kebijakan yang tidak mempertimbangkan nasib petani tembakau. “Kalau Kemenkes terlalu bernafsu untuk menerbitkan Rancangan Permenkes tentang Pengamanan Produk Tembakau dan Rokok Elektrik sebagai amanat PP 28/2024, bagi kami ini adalah arogansi kebijakan yang tujuannya untuk mengkriminalisasi atau mematikan petani tembakau,” terang Agus Parmuji.

Dengan kebijakan yang dinilai tidak adil ini, DPN APTI merasa bahwa pemerintah telah mengabaikan kontribusi ekonomi dan sosial dari sektor tembakau, yang selama ini menjadi sumber penghidupan bagi jutaan petani dan keluarganya di Indonesia.

 

Baca juga artikel kesehatan lainnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *