Industri Kretek Harap Dukungan Kebijakan dari Prabowo-Gibran
6 mins read

Industri Kretek Harap Dukungan Kebijakan dari Prabowo-Gibran

Industri Kretek – Komunitas Kretek mengajukan permohonan kepada pemerintahan baru yang dipimpin oleh Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming untuk memberikan dukungan yang lebih besar terhadap industri tembakau. Permohonan ini datang setelah industri tembakau menghadapi berbagai regulasi yang dianggap diskriminatif oleh pemerintahan sebelumnya.

Salah satu regulasi yang menjadi sorotan utama adalah Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK), yang merupakan aturan turunan dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024. RPMK ini rencananya akan mengatur kemasan rokok polos tanpa merek, yang dianggap oleh pelaku industri sebagai kebijakan yang merugikan dan mengancam keberlangsungan usaha mereka.

Industri kretek, yang merupakan salah satu sektor padat karya, berharap bahwa pemerintahan Prabowo-Gibran dapat berpihak pada mereka dengan meninjau ulang regulasi yang dianggap memberatkan. Dukungan dari pemerintah diharapkan dapat menjaga stabilitas lapangan kerja dan keberlangsungan usaha di tengah tantangan regulasi yang semakin ketat.

Penolakan Aturan Kemasan Rokok Polos Tanpa Merek: Perspektif Komunitas Kretek

Juru Bicara Komunitas Kretek, Khoirul Atfifudin, menyampaikan pandangannya terkait berbagai penolakan yang muncul terhadap aturan kemasan rokok polos tanpa merek yang diusulkan oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Menurut Khoirul, penolakan yang datang dari DPR dan sejumlah asosiasi industri menandakan bahwa aturan ini dibuat secara terburu-buru dan tidak melalui proses yang menyeluruh.

Khoirul menilai bahwa penyusunan aturan tersebut kurang melibatkan partisipasi publik yang memadai, sehingga banyak pihak merasa aturan ini tidak mewakili kepentingan berbagai pemangku kepentingan, terutama industri tembakau. Ia juga menggarisbawahi pentingnya sebuah regulasi untuk dirancang dengan cermat dan mempertimbangkan dampak luasnya, agar tidak merugikan sektor industri yang sudah memberikan kontribusi signifikan terhadap perekonomian dan lapangan kerja.

Dalam konteks ini, Komunitas Kretek berharap bahwa pemerintah dapat lebih bijaksana dalam merumuskan kebijakan yang berpengaruh besar, seperti aturan kemasan rokok polos, dengan melibatkan lebih banyak dialog dan masukan dari berbagai pihak terkait.

Dampak Kebijakan Kemasan Rokok Polos Tanpa Merek terhadap Industri Tembakau

Kebijakan kemasan rokok polos tanpa merek yang diusulkan oleh Kementerian Kesehatan dianggap tidak menunjukkan keberpihakan terhadap industri tembakau dan kurang mempertimbangkan dampak langsung yang akan dirasakan oleh pekerja di sektor ini. Menurut Khoirul Atfifudin, Juru Bicara Komunitas Kretek, aturan ini berpotensi mengancam ekosistem industri tembakau secara keseluruhan.

Khoirul menjelaskan bahwa penerapan kebijakan ini akan membuat konsumen kebingungan, menghilangkan hak ekspresi produsen, dan mematikan industri kecil. Tanpa adanya brand awareness karena semua kemasan dibuat seragam, produsen kecil akan kesulitan mempertahankan eksistensi mereka di pasar. Mengingat industri tembakau adalah sebuah ekosistem yang terintegrasi, jika satu elemen terganggu, maka seluruh rantai akan ikut terdampak.

Khoirul juga menyoroti bahwa banyak aturan dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 dan Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) yang dinilai mengadopsi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC). Padahal, Indonesia sendiri tidak pernah meratifikasi FCTC, dengan pertimbangan pentingnya peran industri tembakau bagi perekonomian dan tatanan sosial masyarakat. Sebagai salah satu penghasil tembakau terbesar di dunia, industri tembakau memegang peranan penting dalam ekonomi dan sosial Indonesia.

Selain itu, Khoirul menambahkan bahwa kebijakan ini tidak sejalan dengan pesan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang menekankan agar tidak merumuskan kebijakan ekstrem yang dapat menimbulkan gejolak, terutama di masa transisi pemerintahan. Ia berharap bahwa kebijakan yang diambil lebih bijaksana dan mempertimbangkan dampak jangka panjang terhadap semua pihak yang terkait.

Stabilitas Pembangunan dan Tantangan bagi Pemerintahan Baru

Presiden Jokowi sebelumnya menekankan pentingnya menjaga situasi yang kondusif demi stabilitas pembangunan, termasuk dalam menjaga daya beli masyarakat, inflasi, pertumbuhan ekonomi, keamanan, dan ketertiban. Pesan ini sangat relevan dalam konteks kebijakan terkait industri tembakau, yang memiliki dampak luas terhadap perekonomian nasional.

Khoirul Atfifudin, Juru Bicara Komunitas Kretek, mengungkapkan bahwa kebijakan-kebijakan yang terlalu ketat terhadap industri tembakau akan menjadi beban berat bagi pemerintahan baru. Mengingat pendapatan negara masih sangat bergantung pada cukai rokok, tekanan yang berlebihan pada industri ini bisa mengganggu stabilitas ekonomi. Apalagi, target penerimaan cukai hasil tembakau tidak tercapai pada tahun 2023, menambah tantangan bagi pemerintah dalam mengelola anggaran.

Selain itu, Khoirul juga menyoroti ancaman rokok ilegal yang semakin marak di pasaran. Pemerintahan baru akan dihadapkan pada pekerjaan rumah besar untuk mengatasi masalah ini, yang tidak hanya berdampak pada pendapatan negara, tetapi juga pada upaya menjaga ketertiban dan keamanan ekonomi di tengah masyarakat. Tantangan ini membutuhkan pendekatan yang hati-hati dan strategis untuk memastikan stabilitas pembangunan tetap terjaga.

Tantangan bagi Industri Tembakau dan Harapan kepada Pemerintahan Baru

Khoirul Atfifudin, yang mewakili komunitas pertembakauan, secara tegas meminta agar Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) tidak disahkan, mengingat dampak negatif yang signifikan terhadap industri tembakau. Ia juga mengusulkan agar Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 direvisi dengan mempertimbangkan kondisi industri tembakau ke depan.

Khoirul menekankan bahwa pemerintahan baru seharusnya berpihak kepada industri tembakau, terutama mengingat sektor ini telah mengalami berbagai kesulitan dalam beberapa tahun terakhir. Meskipun begitu, cukai tembakau tetap menjadi salah satu sumber pendapatan negara yang sangat diandalkan. Oleh karena itu, kebijakan yang diambil seharusnya tidak menambah beban industri yang sudah rentan ini.

Rencana penerapan aturan kemasan rokok polos tanpa merek yang terdapat dalam RPMK dan PP 28/2024 juga dipandang dapat mematikan ekosistem industri tembakau, yang saat ini menyerap sekitar 6 juta tenaga kerja. Industri ini mencakup berbagai sektor mulai dari petani tembakau dan cengkeh, pekerja di perkebunan, manufaktur, distribusi, hingga pedagang. Mengingat besarnya kontribusi industri tembakau terhadap penciptaan lapangan kerja, kebijakan yang dapat merusak ekosistem ini akan bertentangan dengan target peningkatan lapangan kerja yang diusung dalam Asta Cita oleh Prabowo-Gibran.

Khoirul berharap agar pemerintahan baru dapat melihat pentingnya keberlangsungan industri tembakau, tidak hanya sebagai sumber pendapatan negara tetapi juga sebagai penopang bagi jutaan pekerja yang terlibat di dalamnya. Dengan demikian, kebijakan yang lebih mendukung dan mempertimbangkan dampak jangka panjang terhadap industri ini sangat diperlukan.

 

Baca juga artikel kesehatan lainnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *