Ambisi Prabowo Kejar 8 Persen: Realistis atau Terlalu Tinggi?
2 mins read

Ambisi Prabowo Kejar 8 Persen: Realistis atau Terlalu Tinggi?

Ambisi Prabowo Kejar 8 – Menurut Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), pertumbuhan ekonomi Indonesia saat ini stagnan di sekitar 5 persen. Ambisi Presiden Terpilih RI 2024-2029, Prabowo Subianto, yang membidik pertumbuhan ekonomi hingga 8 persen pun menimbulkan tanda tanya besar.

“Apakah target itu realistis atau bisa tercapai? Tentu kita harus melihat kapasitas fiskal yang ada, apakah mampu mencapai target pertumbuhan tersebut,” ujar Esther Sri Astuti, Direktur Eksekutif INDEF, dalam sebuah diskusi daring bertajuk “Moneter dan Fiskal Ketat, Daya Beli Melarat”, Kamis (12/9/2024).

Esther menambahkan bahwa untuk mencapai target 8 persen diperlukan upaya yang sangat keras, termasuk perbaikan signifikan dalam berbagai sektor ekonomi.

Tantangan Kapasitas Fiskal dan Penurunan Rasio Pajak

Esther Sri Astuti, Direktur Eksekutif INDEF, menekankan pentingnya memperluas kapasitas fiskal untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi sebesar 8 persen. Peningkatan penerimaan negara dan pengelolaan alokasi anggaran yang bijak menjadi kunci. Namun, merujuk data Kementerian Keuangan, Esther menyebutkan bahwa rasio pajak Indonesia cenderung mengalami penurunan sejak tahun 1972 hingga 2023.

Pada tahun 2023, rasio pajak Indonesia hanya mencapai 10,31 persen, jauh lebih rendah dibandingkan periode tahun 1970-an hingga 1990-an. Pada masa tersebut, pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa mencapai 20 persen, dengan angka tertinggi pada tahun 1982 sekitar 22 persen. Pada tahun 1990, pertumbuhan mencapai 19 persen, dan pada tahun 2001 sekitar 16 persen. Sayangnya, rasio pajak terus menurun hingga hanya 10 persen pada tahun 2023, yang menjadi salah satu tantangan besar dalam mencapai target ekonomi yang ambisius.

Penerimaan Pajak Indonesia: Tantangan Sejak Era Jokowi

Esther Sri Astuti, Direktur Eksekutif INDEF, mengungkapkan bahwa sejak Presiden Jokowi menjabat pada tahun 2014, target penerimaan pajak baru berhasil tercapai pada tahun 2021, 2022, dan 2023. Namun, pencapaian ini sebagian besar didorong oleh booming harga komoditas, terutama kelapa sawit, yang berkontribusi signifikan terhadap penerimaan pajak.

Meskipun ada peningkatan sementara, penerimaan pajak Indonesia secara keseluruhan masih relatif rendah. Esther mencatat bahwa saat ini penerimaan pajak hanya mencapai 10 persen dari PDB, yang menimbulkan tantangan besar bagi kapasitas fiskal negara dalam mencapai target pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi.

Tantangan Belanja Modal dan Rasio Utang Indonesia

Esther Sri Astuti, Direktur Eksekutif INDEF, menyoroti permasalahan dalam alokasi belanja negara. Ia menjelaskan bahwa belanja modal atau pengeluaran untuk pembangunan di Indonesia saat ini lebih kecil dibandingkan pengeluaran rutin. “Seharusnya, belanja modal yang lebih besar karena berperan penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi, namun kenyataannya justru sebaliknya,” tutur Esther.

Selain itu, Indonesia juga menghadapi tantangan dalam hal utang. Rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) saat ini mencapai 38 persen, yang dinilai cukup tinggi dan menjadi perhatian dalam upaya mencapai target pertumbuhan ekonomi yang lebih ambisius.

 

Baca juga artikel kesehatan lainnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *